Menghargai Waktu
Manusia terdiri dari
jasad, ruh, dan akal. Masing-masing memerlukan makanan. Makanan jasad
berupa makanan dan minuman yang halal lagi baik, serta olahraga. Makanan ruh
berupa dzikrullah (mengingat Allah), misalnya membaca Al-Qur’an.
عَنْ أَبي أُمَامَةَ
الْبَاهِلِىُّ رضى الله عنه قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-
يَقُولُ « اقْرَءُوا الْقُرْآنَ فَإِنَّهُ يَأْتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ شَفِيعًا
لأَصْحَابِهِ…
Abu Umamah Al Bahily radhiyallahu
‘anhu berkata: “Aku telah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda: “Bacalah Al Quran karena sesungguhnya dia akan datang
pada hari kiamat sebagai pemberi syafa’at kepada orang yang membacanya”
(HR. Muslim)
نَوِّرُوْا مَنَازِلَكُمْ
(بُيُوْتَكُمْ) بِالصَّلاَةِ وَقِرَاءَةِ اْلقُرْأَنِ
Dari Anas ra. Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Terangilah kediaman-kediaman
(rumah-rumah)kalian dengan shalat dan bacaan Al-Qur’an”. (HR.Baihaqi)
Makanan akal berupa ilmu. “Jika Kamu
tidak dapat menahan lelahnya belajar, maka Kamu harus sanggup menahan
perihnya Kebodohan “ – Imam Syafi'i.
Kita hidup di dunia ini
tidak lama. Hargai waktu..Pergunakan waktu dengan sebaik-baiknya.
وَيَسْتَعْجِلُونَكَ بِالْعَذَابِ
وَلَنْ يُخْلِفَ اللَّهُ وَعْدَهُ ۚ وَإِنَّ يَوْمًا عِنْدَ رَبِّكَ كَأَلْفِ
سَنَةٍ مِمَّا تَعُدُّونَ
Dan mereka meminta
kepadamu agar azab itu disegerakan, padahal Allah sekali-kali tidak akan
menyalahi janji-Nya. Sesungguhnya sehari disisi Tuhanmu adalah seperti
seribu tahun menurut perhitunganmu. (QS. Al Hajj [22]:47)
يُدَبِّرُ الْأَمْرَ مِنَ
السَّمَاءِ إِلَى الْأَرْضِ ثُمَّ يَعْرُجُ إِلَيْهِ فِي يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ
أَلْفَ سَنَةٍ مِمَّا تَعُدُّونَ
Dia mengatur urusan dari
langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepada-Nya dalam satu hari yang
kadarnya adalah seribu tahun menurut perhitunganmu. (QS. As-Sajdah [32]:5)
Nabi Nuh yang paling
panjang umurnya tinggal di dunia ini tidak lebih dari sehari
وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا
نُوحًا إِلَىٰ قَوْمِهِ فَلَبِثَ فِيهِمْ أَلْفَ سَنَةٍ إِلَّا خَمْسِينَ عَامًا
فَأَخَذَهُمُ الطُّوفَانُ وَهُمْ ظَالِمُونَ
Dan sesungguhnya Kami
telah mengutus Nuh kepada kaumnya, maka ia tinggal di antara mereka seribu
tahun kurang lima puluh tahun. Maka mereka ditimpa banjir besar, dan mereka
adalah orang-orang yang zalim. (QS. Al-Ankabut [29]:14)
Maka kita yang umurnya
tidak sampai 100 tahun berarti tinggal di dunia ini tidak sampai 2 jam.
Maksimalkan untuk memperbanyak bekal akhirat dan jadikan akhirat sebagai tujuan
utama.
وَابْتَغِ فِيمَا آَتَاكَ اللَّهُ
الدَّارَ الْآَخِرَةَ وَلَا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا
“Dan carilah pada apa
yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan
janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi...” (QS. Al
Qashash[28]: 77)
مَنْ كَانَ يُرِيدُ حَرْثَ
الْآخِرَةِ نَزِدْ لَهُ فِي حَرْثِهِ ۖ وَمَنْ كَانَ يُرِيدُ حَرْثَ الدُّنْيَا
نُؤْتِهِ مِنْهَا وَمَا لَهُ فِي الْآخِرَةِ مِنْ نَصِيبٍ
“Barang siapa yang
menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami tambah keuntungan itu baginya dan
barang siapa yang menghendaki keuntungan di dunia Kami berikan kepadanya
sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bahagianpun di
akhirat.” (QS. Asy-Syura’[42]:20)
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
جَاءَ ثَلَاثَةُ رَهْطٍ
إِلَى بُيُوتِ أَزْوَاجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَسْأَلُونَ عَنْ عِبَادَةِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ،
فَلَمَّا أُخْبِرُوا كَأَنَّهُمْ تَقَالُّوهَا ، فَقَالُوا : وَأَيْنَ نَحْنُ مِنَ
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ
مِنْ ذَنْبِهِ وَمَا تَأَخَّرَ ؟ قَالَ أَحَدُهُمْ : أَمَّا أَنَا ، فَإِنِّي
أُصَلِّي اللَّيْلَ أَبَدًا ، وَقَالَ آخَرُ : أَنَا أَصُومُ الدَّهْرَ وَلَا
أُفْطِرُ ، وَقَالَ آخَرُ : أَنَا أَعْتَزِلُ النِّسَاءَ فَلَا أَتَزَوَّجُ
أَبَدًا ، فَجَاءَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَيْهِمْ
، فَقَالَ : ” أَنْتُمُ الَّذِينَ قُلْتُمْ كَذَا وَكَذَا ، أَمَا وَاللَّهِ
إِنِّي لَأَخْشَاكُمْ لِلَّهِ وَأَتْقَاكُمْ لَهُ لَكِنِّي أَصُومُ وَأُفْطِرُ ،
وَأُصَلِّي وَأَرْقُدُ ، وَأَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ ، فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي
فَلَيْسَ مِنِّي
“Ada tiga orang
mendatangi rumah istri-istri Nabi shallallahu’alaihi wasallam dan bertanya
tentang ibadah Nabi shallallahu’alaihi wasallam. ٍSetelah diberitakan kepada
mereka, sepertinya mereka merasa hal itu masih sedikit bagi mereka. Mereka
berkata, “Ibadah kita tak ada apa-apanya dibanding Rasulullah shallallahu’alaihi
wasallam, bukankah beliau sudah diampuni dosa-dosanya yang telah lalu dan juga
yang akan datang?” Salah seorang dari mereka berkata, “Sungguh, aku akan shalat
malam selama-lamanya” (tanpa tidur). Kemudian yang lain berkata, “Kalau aku,
sungguh aku akan berpuasa Dahr (setahun penuh) dan aku tidak akan berbuka”. Dan
yang lain lagi berkata, “Aku akan menjauhi wanita dan tidak akan menikah
selama-lamanya”. Kemudian datanglah Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam
kepada mereka seraya bertanya: “Kalian berkata begini dan begitu. Ada pun aku,
demi Allah, adalah orang yang paling takut kepada Allah di antara kalian, dan
juga paling bertakwa. Aku berpuasa dan juga berbuka, aku shalat dan juga tidur
serta menikahi wanita. Barangsiapa yang benci sunnahku, maka bukanlah dari
golonganku” (HR. Bukhari no.5063)
Belajar dari Kisah
Muhammad bin Idris Asy-Syafi'i (Imam Syafi'i)
Video ->
https://www.youtube.com/watch?v=zDUpY3XrlSQ
Diceritakan bahwasanya beliau dibawa oleh ibunya ke Madinah dalam keadaan yatim. Kemudian diletakkan di pelajaran Imam Malik.
Diceritakan bahwasanya beliau dibawa oleh ibunya ke Madinah dalam keadaan yatim. Kemudian diletakkan di pelajaran Imam Malik.
Diceritakan bahwasanya
beliau sedang dalam pelajaran Imam Malik dan dia tidak memiliki uang untuk
membeli pena atau alat tulis lainnya.
Maka dia meletakkan
jarinya di mulut. Kemudian beliau menulis dengan jari telunjuk kanannya di atas
tangan kirinya. Dan hal ini dilakukan berkali-kali olehnya sedangkan umur
beliau masih 11 tahun. Dan Imam Malik merasa terganggu dengan anak kecil ini
yang menaruh ludahnya di jari, kemudian menggerak-gerakkannya di telapak tangan.
Dipikirnya bahwa Imam
Syafi'i bermain-main. Maka setelah 2 atau 3 pelajaran, Imam Malik memanggilnya
dan berkata "Kesini Kamu.."
Maka Imam Syafi'i datang
dan duduk di hadapan Imam Malik..
Maka Imam Malik berkata:
"Jangan kamu hadir lagi dalam pelajaran kami".
Dia (Imam Syafi'i)
berkata: "Mengapa?"
Dijawab oleh Imam Malik:
"Karena engkau bermain-main. Kamu datang hanya main-main dan berbuat
sia-sia."
Dia (Imam Syafi'i)
berkata: "Demi Allah, aku tidak berbuat sia-sia. Kenapa bisa?"
"Karena kamu menaruh
ludah di jarimu dan engkau menggerak-gerakkannya. Ini sia-sia.."
Imam Syafi'i berkata:
"Aku hanya menulis hadits saja"
Kalau begitu, mana alat
tulismu?, mana penamu?, Mana kertas-kertasmu? Engkau datang tanpa tinta tanpa
pena?
"Saya adalah orang
miskin, demi Allah aku tidak mampu untuk membeli. Aku hanya menulis hadits
seperti ini agar aku bisa menghafal. Jika engkau mau, maka aku akan setorkan
seluruh hadits yang sudah engkau sampaikan.."
Imam Malik berkata:
"Lakukanlah dan setorkan"
Maka Imam Syafi'i menyetorkan
seluruh hadits dari awal dia mulai belajar.
Maka Imam Malik
mendekatkannya. Dan Imam Malik mulai membantunya. Dan Imam Syafi'i menjadi
terhormat.
Diceritakan bahwa ibunya
pergi ke para tukang daging yang menyembelih unta (Nahr). Jika daging sudah
dipisah, mereka membuang tulangnya. Maka ibunya mengambil bahunya, karena bahu
unta itu lebar. Kemudian dia membersihkannya dan memberikannya untuk anaknya
(Imam Syafi'i) agar dia bisa menulis. Ibunya tidak memiliki uang untuk membeli
kertas.
Diceritakan pula
bahwasanya ibunya imam syafi'i pergi ke kantor pemerintahan. Maka dia mengambil
kertas-kertas yang sudah dibuang. Kemudian diberikan ke anaknya agar dia bisa
menulis hadits. Jika kita melihat lembaran Imam Syafi'i. Maka di depannya, ada
hadits yang telah tertulis. Dan jika kita melihat di belakangnya, maka ada
catatan-catatan pemerintah ketika itu.
Keutamaan ini akan di
dapatkan oleh orang-orang yang niatnya benar dan tujuannya baik dan benar-benar
taat kepada Allah.
Keutamaan orang berilmu
seperti ini dibandingkan orang yang rajin beribadah seperti keutamaan cahaya
bulan purnama dibandingkan seluruh cahaya bintang-bintang.
Keberhasilan Imam Syafi’i
ini tidak terlepas dari peran ibu. Ibu yang berorientasi akhirat dan memiliki
visi jauh ke depan.
Liqo’, 1 September 2016
- Ustadz. Wiranto
- Ustadz. Wiranto